Perusahaan Telko Optus Dihukum Rp35,8 Miliar Atas Pelanggaran Data 2022

Featured Image

Penundaan dan Tuntutan Hukum terhadap Operator Seluler Optus

Australia sedang menghadapi serangkaian masalah terkait privasi data setelah regulator negara tersebut, Komisaris Informasi Australia (AIC), menggugat perusahaan operator seluler asal Singapura, Optus. Gugatan ini dilakukan atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Privasi 1988 yang terjadi dalam serangan siber pada tahun 2022 lalu.

Dalam sebuah pernyataan resmi, AIC menyatakan bahwa Optus, yang merupakan anak perusahaan dari Singapore Telecommunications (Singtel), diduga melanggar aturan yang mengatur pengelolaan data pribadi oleh lembaga pemerintah maupun entitas swasta. Menurut laporan, gugatan hukum ini diajukan kepada dua unit perusahaan Optus, yaitu Singtel Optus Pty Ltd dan Optus Systems Pty Ltd.

Menurut informasi yang diperoleh, AIC menuduh satu pelanggaran hukum untuk setiap dari 9,5 juta pelanggan yang terdampak insiden tersebut. Setiap pelanggaran bisa dikenai denda sebesar US$2,2 juta atau sekitar Rp35,84 miliar. Namun, hingga saat ini, badan pengawas tersebut belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai jumlah total denda yang diminta.

Sementara itu, Optus masih meninjau tuduhan yang diajukan oleh AIC. Meskipun demikian, perusahaan tersebut belum dapat memperkirakan dampak finansial yang akan dihadapi. Elizabeth Tydd, salah satu anggota AIC, menyatakan bahwa proses hukum ini menunjukkan komitmen pihaknya untuk menjaga hak-hak masyarakat Australia.

Dampak Serangan Siber yang Luas

Insiden serangan siber yang terjadi pada September 2022 menjadi salah satu pelanggaran privasi terburuk dalam sejarah Australia. Data sensitif milik pelanggan yang terkena dampak termasuk alamat rumah, detail paspor, serta nomor telepon. Akibatnya, sebanyak 10 juta warga Australia, atau sekitar 40% dari populasi negara tersebut, terdampak langsung.

Selama kejadian tersebut, banyak pelanggan tidak dapat mengakses layanan seluler, internet, dan telepon rumah selama hampir sehari penuh. Kondisi ini memicu kekhawatiran besar terhadap keamanan data dan ketersediaan layanan dasar bagi masyarakat.

Insiden ini juga memicu respons dari pemerintah Australia. Perdana Menteri Anthony Albanese menyerukan penguatan undang-undang privasi, termasuk mempercepat pemberitahuan pelanggaran kepada bank dan lembaga keuangan lainnya.

Kritik Publik dan Masalah Internal Optus

Optus telah menghadapi kritik publik yang semakin meningkat, terutama setelah terjadinya pemadaman jaringan nasional selama 12 jam pada tahun 2023. Insiden tersebut diperparah oleh serangan siber pada 2022, yang akhirnya menyebabkan pengunduran diri CEO Optus saat itu, Kelly Bayer Rosmarin, pada November 2023.

Selain itu, perusahaan ini juga dibawa ke pengadilan oleh regulator media domestik pada Mei 2024 atas tindakan serangan siber yang terjadi sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa Optus sedang menghadapi tantangan hukum dan reputasi yang cukup berat.

Langkah Kepastian dan Tindakan Berikutnya

Meski saat ini belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai langkah hukum yang akan diambil oleh AIC, gugatan ini menunjukkan bahwa pihak otoritas akan terus memantau dan menegakkan aturan privasi data. Pihak Optus sendiri masih dalam proses evaluasi terhadap tuduhan yang diajukan, tetapi belum memberikan respons pasti mengenai kemungkinan konsekuensi finansial yang akan dihadapi.

Peristiwa ini juga menjadi pengingat penting bagi perusahaan-perusahaan teknologi dan operator layanan, bahwa perlindungan data pribadi harus menjadi prioritas utama. Dengan semakin berkembangnya teknologi dan digitalisasi, risiko pelanggaran privasi akan semakin tinggi, sehingga diperlukan pengawasan yang ketat dan transparansi dalam pengelolaan data.

Comments

Popular posts from this blog

🌞 IObit Summer Sale 2025 – Save 40% on Top PC Utilities!

FoneTool Unlocker Pro: Solusi Praktis untuk Membuka Kunci iPhone dan iPad dengan Mudah

Securing Africa's Farming Future: Science, Communication, and Immediate Action