Kemenhut Pantau Ketat Bali dari Perdagangan Penyu

Featured Image

Upaya Kementerian Kehutanan dalam Mencegah Perdagangan Ilegal Penyu di Bali

Bali, sebagai salah satu pulau wisata yang terkenal dengan keindahan alamnya, juga menjadi wilayah yang rentan terhadap perdagangan ilegal satwa dilindungi, termasuk telur dan daging penyu. Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Kehutanan bekerja sama dengan berbagai instansi terkait guna mencegah dan menegakkan hukum terhadap tindakan tersebut.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan bahwa kerja sama dilakukan bersama Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Denpasar, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, serta Polri dan TNI. Tujuan utama dari kolaborasi ini adalah melakukan pengawasan, penertiban, dan penerapan hukum terhadap peredaran ilegal satwa liar, khususnya penyu.

Selain itu, petugas Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di setiap pelabuhan dan kabupaten di Bali diminta untuk rutin melakukan patroli di daerah-daerah rawan yang menjadi pintu masuk para penyelundup atau penjual. Kementerian Kehutanan juga telah membentuk dan membina kelompok pelestari penyu (KPP), yang jumlahnya mencapai 31 kelompok yang tersebar di sepanjang pantai Bali. Kelompok-kelompok ini tidak hanya bertugas melestarikan penyu, tetapi juga menjadi informan jika ada indikasi perdagangan ilegal penyu.

Dalam kurun waktu 2019 hingga 2025, sudah dilakukan 20 kali operasi penertiban peredaran satwa liar di Bali. Hasilnya, sebanyak 354 ekor penyu berhasil diselamatkan dan dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya. Langkah ini menunjukkan komitmen Kementerian Kehutanan dalam menjaga keanekaragaman hayati.

Pada awal Mei lalu, Kementerian Kehutanan menandatangani nota kesepahaman dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) untuk memperkuat pencegahan dan pemantauan peredaran ilegal tumbuhan dan satwa liar melalui sistem elektronik. Kesepahaman ini bertujuan untuk meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati.

Nota Kesepahaman ini mencakup beberapa aspek, seperti peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pertukaran data dan informasi terkait pengawasan, peredaran, pengiriman, promosi, dan iklan yang berkaitan dengan peredaran ilegal tumbuhan dan satwa liar. Kerja sama ini juga melibatkan pemantauan, penyediaan, dan pemanfaatan data serta informasi terkait akun penjual dan legalitas tumbuhan dan satwa liar yang diperdagangkan. Selain itu, penindakan terhadap peredaran ilegal dilakukan melalui pemeriksaan, take down, pembekuan sementara, pemblokiran, dan proses hukum.

Satyawan menyampaikan bahwa tantangan dalam pemberantasan penyelundupan penyu adalah kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan garis pantai yang panjang. Hal ini membutuhkan sumber daya yang besar untuk pemantauan dan pengawasan. "Pantai merupakan salah satu nesting point yang menjadi sumber utama lokasi sebaran penyu," ujarnya.

Dalam konteks logistik, penyelundup menggunakan berbagai modus operandi dengan menyamarkan barang ilegal sebagai barang legal, serta menggunakan jalur yang tidak resmi. Di gerbang-gerbang perbatasan yang resmi, Kementerian Kehutanan terus melakukan penguatan bersama Bea Cukai dan Badan Karantina untuk mengawasi jalur masuk dan ke luar satwa ilegal.

Selain itu, tantangan lain dalam pengungkapan jaringan penyelundup penyu di Indonesia mencakup kompleksitas jaringan lokal, regional, dan internasional. "Jadi selain pengawasan yang terbatas dan penegakan hukum belum optimal, ada juga modus operandi yang canggih dan adaptif," tambahnya.

Comments

Popular posts from this blog

🌞 IObit Summer Sale 2025 – Save 40% on Top PC Utilities!

FoneTool Unlocker Pro: Solusi Praktis untuk Membuka Kunci iPhone dan iPad dengan Mudah

Securing Africa's Farming Future: Science, Communication, and Immediate Action