Tingkat Bahaya Ruang Siber Nasional Mengkhawatirkan

Featured Image

Tingkat Kerawanan Ruang Siber Nasional Meningkat Signifikan

Angka serangan siber di Indonesia mencapai 3,64 miliar selama periode Januari hingga Juli 2025. Angka ini hampir sama dengan total anomali yang terjadi dalam lima tahun terakhir, sehingga menunjukkan tingkat kekhawatiran yang sangat tinggi terhadap keamanan ruang siber nasional. Angka ini menggambarkan betapa rentannya sistem digital yang digunakan oleh masyarakat dan institusi di Indonesia.

Menurut Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja, jumlah serangan siber yang meningkat menunjukkan bahwa permukaan serangan atau vector surface attack semakin luas seiring dengan berkembangnya teknologi. Namun, kemampuan untuk menangani ancaman tersebut masih terbatas. Hal ini menjadi perhatian serius bagi para ahli keamanan siber.

Ardi menyebut beberapa faktor penyebab meningkatnya serangan siber. Pertama, regulasi dan penegakan hukum yang belum optimal. Implementasi regulasi keamanan data masih dalam proses pengembangan, koordinasi antar lembaga yang kurang efektif, serta sanksi yang tidak cukup memberikan efek jera. Selain itu, transformasi digital yang masif juga turut berkontribusi pada meningkatnya risiko serangan siber.

Infrastruktur keamanan siber yang belum merata, rendahnya literasi keamanan siber, serta posisi Indonesia sebagai target strategis di Asia Tenggara juga dinilai memperburuk situasi. Dalam survei 2024, ditemukan bahwa 60 persen bisnis kecil di Indonesia tidak memiliki tim teknologi informasi khusus, apalagi perlindungan terhadap ransomware atau serangan DDoS. Ardi menyebut hal ini seperti membangun rumah megah tanpa kunci pintu.

Ia setuju bahwa Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) diperlukan untuk memperkuat perlindungan hukum. Menurutnya, UU KKS bisa melengkapi UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang sudah ada untuk menyelidiki dan menjerat pelaku kejahatan siber lintas negara. Namun, ia juga menambahkan bahwa tidak ada jaminan serangan akan berkurang jika pemahaman masyarakat tentang kultur digital dan kultur risiko tidak diubah dan ditingkatkan.

Untuk membangun kesadaran publik, Ardi menilai edukasi harus dilakukan secara kreatif dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. “Program literasi siber harus merambah ke warung kopi, masjid, dan sekolah di pelosok,” katanya. Ia menekankan bahwa edukasi tidak hanya dilakukan melalui seminar formal, tetapi juga melalui cerita-cerita nyata, seperti kisah ibu yang kehilangan tabungannya akibat serangan siber.

Sebelumnya, Deputi Bidang Operasi Keamanan Siber dan Sandi BSSN, Bondan Widiawan, menjelaskan bahwa dari total 3,64 miliar anomali tersebut, sekitar 83,68 persen merupakan serangan berbasis malware. Sisanya adalah akses ilegal sebesar 4,32 persen, serta eksploitasi sistem sebanyak 0,64 persen. Angka ini menunjukkan bahwa ancaman di ruang siber saat ini bukan lagi potensi, melainkan realitas yang harus dihadapi.

Bondan menegaskan bahwa ancaman siber semakin menantang, baik pada tahun ini maupun di masa depan. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan mitigasi serangan siber harus terus ditingkatkan, termasuk melalui kerja sama antar lembaga, penguatan regulasi, dan peningkatan kesadaran masyarakat.

Comments

Popular posts from this blog

🌞 IObit Summer Sale 2025 – Save 40% on Top PC Utilities!

FoneTool Unlocker Pro: Solusi Praktis untuk Membuka Kunci iPhone dan iPad dengan Mudah

Securing Africa's Farming Future: Science, Communication, and Immediate Action